Rabu, 23 April 2014

GUNUNG SINABUNG

MITOS GUNUNG SINABUNG

Bagi sebagian warga Karo, Gunung Sinabung rupanya mempunyai mitos tersendiri. Apa saja mitos-mitos di sekitar Gunung Sinabung, Sumatra? Berikut ini dirangkum dari berbagai sumber:



Lau Kawar, Danau di kaki Sinabung
Ada berbagai versi berkait dengan kemunculan danau ini.
Versi I: Danau ini ada karena tangisan seorang ibu melihat anaknya Sinabung dan Sibayak terus berkelahi. Versi II: Danau ini merupakan tangisan seorang ibu yang begitu bersedih karena saat anak dan menantunya mengadakan pesta adat, tak sedikit pun mengingatnya.
Versi III:  Dulu hidup seorang nenek yang memilih tinggal di puncak Gunung Sinabung, sementara anak, cucu dan keluarganya berdiam di kaki gunung. Suatu ketika, keluarganya mengadakan pesta dan mengutus seorang cucu untuk mengantarkan makanan kepada sang nenek.Namun di tengah perjalanan, cucu yang kelaparan menghabiskan makanan yang dibawanya. Mengetahui hal ini, nenek yang murka lalu menampar dan menyumpahi cucunya. Karena terus menangis, air mata cucu tersebut lama-kelamaan akhirnya membentuk sebuah danau.

Beberapa pantangan di wilayah Sinabung: bersikap dan bicara tidak sopan, berbuat asusila, memotong anjing, atau membuang pembalut wanita ke danau. Kalau dilanggar, maka penunggu danau dan gunung akan marah yang ditandai dengan datangnya badai.

Mitos lain adalah, gunung yang kini sedang bererupsi tersebut disebut warga suka 'beraksi' pada akhir pekan tepatnya hari Sabtu dan Minggu. Hal itu dilontarkan oleh Warga Desa Suka Gungung, Asmara Sembiring, yang sudah tinggal di lereng Sinabung selama puluhan tahun. Dia mengatakan letusan pertama Sinabung terjadi tanggal 28 Agustus 2010 yang jatuh tepat pada hari Sabtu. Pada 2013 September erupsi pertama Sinabung terjadi pada 15 September yang jatuh pada hari Sabtu. Pada titik inilah para warga di sekitaran Gunung Sinabung mengungsi. "Selanjutnya pada 14 Desember 2013 hari Sabtu datang pula hujan Abu disertai lumpur yang mengguyur Desa Kuta Gungung dan Sigarang-garang," sambung Asmara saat ditemui detikcom, Selasa di Desa Kuta Gungung, Selasa (4/2/2014).

Terakhir, lanjut Asmara, Desa Sinabung mengeluarkan awan panas pada Tanggal 1 Februari 2014 Sabtu pagi. Di tanggal tersebut, erupsi Sinabung memakan korban jiwa hingga 15 jiwa. Asmara mengatakan mitos Sinabung yang selalu beraksi pada akhir pekan sudah sangat santer di kalangan masyarakat Karo.

Asal mula Marga Silima di Suku KARO

Mejuah - Juah Man banta kerina.....

Suku batak sering kali dimaknai secara generalisir, padahal dalam kehidupan sehari hari Batak ini terbagi menjadi beberapa suku lagi, ada batak toba, simalungun, tapannuli dan batak Karo, walaupun yg terakhir sering kali menyebut suku karo tanpa embel embel batak,
sengaja untuk kali ini penulis hanya membahas sedikit mengenai suku karo, setiap orang karo pasti memiliki marga, bahkan suku lain sekalipun yg merantau ke tanah karo sering dibuatkan atau di sematkan marga sebagai bukti mereka telah memiliki keluarga di tanah karo,tidaka tanggung tanggung samapi mantan presiden Indonesia pun pernah disematkan marga oleh orang karo. kisah marga ini juga sangat panjang dan berbelit belit jika ditelusuri,dan salah satu yg paling kental di suku karo adalah perkawinan yg masih ada hubungan keluarga ( impal anak paman atau bibi ) konon pada zaman dahulu sering terjadi perkawinan siti nurbaya dimana kedua pengantin dijodohkon oleh kedua orang tua, oleh sebeb itu penulis coba menuliskan beberapa sislsilah marga di tanah karo pada umumnya walaupun hanya sekedar Copas, semoga dapat menambah wawasan dan memberi nilai tambah bagi kita semua,,

Berdasarkan Keputusan Kongres Kebudayaan Karo. 3 Desember 1995 di Sibayak International Hotel Berastagi, pemakaian merga didasarkan pada Merga Silima, yaitu ;

  1. Ginting
  2. Karo-Karo
  3. Peranginangin
  4. Sembiring
  5. Tarigan
Sementara Sub Merga, dipakai di belakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut.
Adapun Merga dan Sub Merga serta sejarah, legenda, dan ceritanya adalah sebagai berikut
  1. Merga Ginting Merga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga seperti :
    • Ginting Pase Ginting Pase menurut legenda sama dengan Ginting Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun. Ginting Pase dulunya mempunyai kerajaan di Pase dekat Sari Nembah sekarang. Cerita Lisan Karo mengatakan bahwa anak perempuan (puteri) Raja Pase dijual oleh bengkila (pamannya) ke Aceh dan itulah cerita cikal bakal kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Untuk lebih jelasnya dapat di telaah cerita tentang Beru Ginting Pase. (gantang : Bisa dibaca di sini)
    • Ginting Munthe Menurut cerita lisan Karo, Merga Ginting Munthe berasal dari Tongging, kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian ke Aji Nembah dan terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah pergi ke Toba (Nuemann 1972 : 10), kemudian sebagian dari merga Munthe dari Toba ini kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting Tampune.
    • Ginting Manik Ginting Manik menurut cerita masih saudara dengan Ginting Munthe. Merga ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke Munthe dan Kuta Bangun. Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan Toba.
    • Ginting Sinusinga
    • Ginting Seragih Menurut J.H. Neumann (Nuemann 1972 : 10), Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting yang tua dan menyebar ke Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi Seragi.
    • Ginting Sini Suka Menurut cerita lisan Karo berasal dari Kalasan (Pak-Pak), kemudian berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian ke Guru Benua, disana dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting (gantang : bacanya Sembilan Satu Ginting), yakni :
      • Ginting Babo
      • Ginting Sugihen
      • Ginting Guru Patih
      • Ginting Suka (ini juga ada di Gayo/Alas)
      • Ginting Beras
      • Ginting Bukit (juga ada di Gayo/Alas)
      • Ginting Garamat (di Toba menjadi Simarmata)
      • Ginting Ajar Tambun
      • Ginting Jadi Bata
      Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai seorang saudara perempuan bernama Bembem br Ginting, yang menurut legenda tenggelam ke dalam tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga Sukarame, kecamatan Munte.
    • Ginting Jawak Menurut cerita Ginting Jawak berasal dari Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
    • Ginting Tumangger Marga ini juga ada di Pak Pak, yakni Tumanggor.
    • Ginting Capah Capah berarti tempat makan besar terbuat dari kayu, atau piring tradisional Karo.
  2. Merga Karo-Karo Merga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub Merga, yaitu :
    • Karo-Karo Purba Merga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal dari Simalungun. Dia disebutkan beristri dua orang, seorang puteri umang dan seorang ular.
      Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
      • Purba Merga ini mendiami kampung Kabanjahe, Berastagi dan Kandibata.
      • Ketaren Dahulu merga Karo-Karo Purba memakai nama merga Karo-Karo Ketaren. Ini terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe, dahulu juga memakai merga Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang memakai merga Purba adalah Pa Mbelgah. Nenek moyang merga Ketaren bernama Togan Raya dan Batu Maler (referensi K.E. Ketaren).
      • Sinukaban Merga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung Kaban..
      Sementara dari isteri ular lahirlah anak-anak yakni merga-merga :
      • Karo-Karo Sekali Karo-Karo sekali mendirikan kampung Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa.
      • Sinuraya/Sinuhaji Merga ini mendirikan kampung Seberaya dan Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji.
      • Jong/Kemit Merga ini mendirikan kampung Mulawari.
      • Samura
      • Karo-Karo Bukit
      Kelima Sub Merga ini menurut cerita tidak boleh membunuh ular. Ular dimaksud dalam legenda Karo tersebut, mungkin sekali menggambarkan keadaan lumpuh dari seseorang sehingga tidak bisa berdiri normal.
    • Karo-Karo Sinulingga Merga ini berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak, disana mereka telah menemui Merga Ginting Munthe. Sebagian dari Merga Karo-Karo Lingga telah berpindah ke Kabupaten Karo sekarang dan mendirikan kampung Lingga.
      Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga, seperti :
      • Kaban Merga ini mendirikan kampung Pernantin dan Bintang Meriah,
      • Kacaribu Merga ini medirikan kampung Kacaribu.
      • Surbakti Merga Surbakti membagi diri menjadi Surbakti dan Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga Torong.
      Menilik asal katanya kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga berasal dari kerajaan Kalingga di India. Di Kuta Buloh, sebagian dari merga Sinulingga ini disebut sebagai Karo-Karo Ulun Jandi. Merga Lingga juga terdapat di Gayo/Alas dan Pak Pak.
    • Karo-Karo Kaban Merga ini menurut cerita, bersaudara dengan merga Sinulingga, berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang Meriah dan Pernantin.
    • Karo-Karo Sitepu Merga ini menurut legenda berasal dari Sihotang (Toba) kemudian berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu, Naman, Beganding, dan Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga dengan nama Sitepu Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut Sitepu Badiken. Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei Bingai. Demikian juga Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti Kuta Tepu.
    • Karo-Karo Barus Merga Karo-Karo barus menurut cerita berasal dari Baros (Tapanuli Tengah). Nenek moyangnya Sibelang Pinggel (atau Simbelang Cuping) atau si telinga lebar. Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke Karo karena diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest). Di Karo ia tinggal di Aji Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba karena mengawini impal merga Purba yang disebut Piring-piringen Kalak Purba. Itulah sebabnya mereka sering pula disebut Suka Piring.
      (Petra : Wuih, sejarah nenek moyang gw jelek juga, ya….)
    • Karo-Karo Manik Di Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat Karo Manik.
  3. Merga Peranginangin Merga Peranginangin terbagi atas beberapa sub merga, yakni :
    • Peranginangin Sukatendel Menurut cerita lisan, merga ini tadinya telah menguasai daerah Binje dan Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke arah pegunungan dan sampai di Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini terbagi menjadi :
      • Peranginangin Kuta Buloh Mendiami kampung Kuta Buloh, Buah Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan Kuta Buloh Gugong serta sebagian ke Tanjung Pura (Langkat) dan menjadi Melayu.
      • Peranginangin Jombor Beringen Merga ini mendirikan, kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,. Sebagian menyebar ke Langkat mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan lain-lain.
      • Peranginangin Jenabun Merga ini juga mendirikan kampong Jenabun,. Ada cerita yang mengatakan mereka berasal dari keturunan nahkoda (pelaut) yang dalam bahasa Karo disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini sampai sekarang masih ada hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar, tempat pertama nahkoda tersebut tinggal.
    • Peranginangin Kacinambun Menurut cerita, Peranginangin Kacinambun datang dari Sikodon-kodon ke Kacinambun.
    • Peranginangin Bangun Alkisah Peranginangin Bangun berasal dari Pematang Siantar, datang ke Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui Peranginangin Mano. Di Bangun Mulia terjadi suatu peristiwa yang dihubungkan dengan Guru Pak-pak Pertandang Pitu Sedalanen. Di mana dikatakan Guru Pak-pak menyihir (sakat) kampung Bangun Mulia sehingga rumah-rumah saling berantuk (ersepah), kutu anjing (kutu biang) mejadi sebesar anak babi. Mungkin pada waktu itu terjadi gempa bumi di kampung itu. Akibatnya penduduk Bangun Mulia pindah. Dari Bangun Mulia mereka pindah ke Tanah Lima Senina, yaitu Batu Karang, Jandi Meriah, Selandi, Tapak, Kuda dan Penampen. Bangun Penampen ini kemudian mendirikan kampung di Tanjung. Di Batu Karang, merga ini telah menemukan merga Menjerang dan sampai sekarang silaan di Batu Karang bernama Sigenderang.
      Merga ini juga pecah menjadi :
      • Keliat Menurut budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat merupakan pecahan dari rumah Mbelin di Batu Karang. Merga ini pernah memangku kerajaan di Barus Jahe, sehingga sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
      • Beliter Di dekat Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama Beliter dan penduduknya menamakan diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita, mereka berasal dari merga Bangun. Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung bernama Beliter tetapi tidak ditemukan hubungan anatara kedua nama kampung tersebut. Penduduk kampung itu di sana juga disebut Peranginangin Beliter.
    • Peranginangin Mano Peranginangin Mano tadinya berdiam di Bangun Mulia. Namun, Peranginangin Mano sekarang berdiam di Gunung, anak laki-laki mereka dipanggil Ngundong.
    • Peranginangin Pinem Nenek moyang Peranginangin Pinem bernama Enggang yang bersaudara dengan Lambing, nenek moyang merga Sebayang dan Utihnenek moyang merga Selian di Pakpak.
    • Sebayang Nenek Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang dari Tuha di Pak-pak, ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta Gerat, Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan lain-lain. Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo/Alas.
    • Peranginangin Laksa Menurut cerita datang dari Tanah Pinem dan kemudian menetap di Juhar.
    • Peranginangin Penggarun Penggarun berarti mengaduk, biasanya untuk mengaduk nila (suka/telep) guna membuat kain tradisional suku Karo.
    • Peranginangin Uwir
    • Peranginangin Sinurat Menurut cerita yang dikemukakan oleh budayawan Karo bermarga Sinurat seperti Karang dan Dautta, merga ini berasal dari Peranginangin Kuta Buloh. Ibunya beru Sinulingga, dari Lingga bercerai dengan ayahnya lalu kawin dengan merga Pincawan. Sinurat dibawa ke Perbesi menjadi juru tulis merga Pincawan (Sinurat). Kemudian merga Pincawan khawatir merga Sinurat akan menjadi Raja di Perbesi, lalu mengusirnya. Pergi dari Perbesi, ia mendirikan kampung dekat Limang dan diberi nama sesuai perladangan mereka di Kuta Buloh, yakni Kerenda.
    • Peranginangin Pincawan Nama Pincawan berasal dari Tawan, ini berkaitan dengan adanya perang urung dan kebiasaan menawan orang pada waktu itu. Mereka pada waktu itu sering melakukan penawanan-penawanan dan akhirnya disebut Pincawan.
    • Peranginangin Singarimbun Peranginangin Singarimbun menurut cerita budayawati Karo, Seh Ate br Brahmana, berasal dari Simaribun di Simalungun. Ia pindah dari sana berhubung berkelahi dengan saudaranya. Singarimbun kalah adu ilmu dengan saudaranya tersebut lalu sampailah ia di Tanjung Rimbun (Tanjong Pulo) sekarang. Disana ia menjadi gembala dan kemudian menyebar ke Temburun, Mardingding, dan Tiga Nderket.
    • Peranginangin Limbeng Peranginangin Limbeng ditemukan di sekitar Pancur Batu. Merga ini pertama kali masuk literatur dalam buku Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH berjudul Sejarah dan Kebudayaan Karo.
    • Peranginangin Prasi Merga ini ditemukan oleh Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH di desa Selawang-Sibolangit. Menurut budayawan Karo Paulus Keliat, merga ini berasal dari Aceh, dan disahkan menjadi Peranginangin ketika orang tuanya menjadi Pergajahen di Sibiru-biru.

Pantangan dalan Suku KARO

Apabila seseorang memasuki hutan belantara yang dipercaya keramat, pantang sekali menyebut nama harimau, gajah atau berbicara kasar, niscaya akan datang akibat yang kurang baik mis: sesat dijalan, akan datang hujan lebat.

·         Pada waktu menabur benih (bibit) di ladang terlupakan menabur sepanjang manusia(kira-kira 1,5 meter) dapat berakibat pemilik ladang atau kaum keluarganya mendapat bahaya sakit ataupun bisa meninggal.
·         Tidak baik jika sedang nambun(menumpahkan padi yang telah di ayan), berbunyi burung elang di udara ataupun terdengar suara derik-derik padi, sebab menurut kepercayaan bahwa yang memiliki ladang akan sakit.
·         Pantang jika dalam upacara "erpangir kulau" "perumah begu jinunjung" (upacara bercakap-cakap dengan begu jinunjung dengan perantaraan guru), terdengar lolongan anjing, kucing berkelahi, debu hitam yang disebabkan asap dapur (tempara) dan jatuh di atas pangkuan guru pada saat guru membacakan tabas(mantera) untuk memanggil begu itu.
·         Pantang jika mengusahakan tanah mati (tanah yang tak dialiri air).
·         Pantang untuk menginjak, melangkahi ataupun menduduki batu penghulu balang.
·         Pantang jika sedang menanam pisang, bayangan batang pisang itu mengenai yang menanamnya.
·         Jatuh ditepian yang berkeramat, kepala terletak sebelah hilir adalah pantang.
·         Pantang, perempuan yang sedang hamil ataupun baru melahirkan, menghadiri upacara pemakaman orang yang mati bersalin.
·         Pantang jika pada waktu mulai mengusahakan ladang ada perkakas ladang yang rusak.
·         Pantang mengembangkan tikar terbalik, karena tikar orang mati (tempat mayat) dikembangkan terbalik dan juga meletakkkan pakaian yang tempatnya dikaki arah kepala.
·         Sewaktu menabur padi pantang memakan makan-makanan, karena waktu menjaga burung, padi itu mungkin dibinasakan oleh tikus, babi hutan.
·         Ketika memotong padi pantang bernyanyi-nyanyi dan bersiul-siul.
·         Pantang sekali jika kedapatan ular didalam rumah.
·         Melihat serta mencela tanduk rumah yang sedang dipasang adalah pantang.
·         Didalam perkawinan, pantang jika kaki pengantin tersandung sewaktu berjalan dari tempatnya biasa menuju ke tempat yang ditentukan, ataupun kepalanya terantuk.
·         Sehari sesudah pesta perkawinan, pengantin pantang menyeberang sungai dan 4 hari lamanya pantang meninggalkan tempat tidur.
·         Pantang mengerjakan sesuatu pekerjaan dalam keadaan terbelengkalai.
·         Ada peribahasa orang Batak Karo yang berbunyi : "mandi pagi-pagi beruntung, mandi tengah hari rugi, mandi sore pulang modal". Oleh karena itu pantang juga mandi di siang hari.
·         Ketika senja, pantang anak-anak yang belum berkikir dan perempuan yang sedang hamil berjalan-jalan dipekarangan rumah untuk menerima cahaya senja hari.
·         Pantang menunjuk benang raja ( benteha ) degan jari telunjuk.
·         Pantang menggendong tempat enau dengan bahu kiri dan juga mengatakan "bawa banyak ikan" kepada orang yang akan mengail.
·         Pantang jika mulai bertenun ternyata benangnya putus.
·         Jika tangan basah kena ludah pantang menumbuk tepung untuk membuat cimpa.
·         Sedang berkikir pantang untuk menangkap tangan tukang kikir dan anak yang belum berkikir pantang berjalan-jalan waktu hujan yang ada sinar mataharinya.
·         Tengah menanak nasi pantang bernyanyi atau menanggalkan tudung kepala.
·         Sewaktu makan, pantang kalau tangkai sendok yang dibuat dari bambu (nasi ukat) menunjuk seseorang, mengenai orang dengan tangkai itu, ataupun lampu mati atau sendok itu dibawa diatas makanan orang lain yang bakal memakannya.
·         Pantang mengambil barang-barang orang yang menderita kebakaran rumah.
·         Pantang meminta obat kepada guru pada saat guru itu sedang memegang cangkul, parang atau api karena obatnya menjadi tidak mujarab.
·         Pantang mempergunakan bibit padi yang dibawa ketika ada orang meninggal.
·         Mengambil barang-barang yang diletakkkan ditata kuburan seperti bendera, kayu, piring, cerek, tempat bunga, gelas, dipan.
·         Pantang pada waktu malam hari memotong kuku atau rambut ataupun mendengar anjing melolong.
·         Pantang menyapu sebelum orang selesai makan dan pantang juga meninggalkan teman yang belum selesai makan.
·         Merga Ginting pantang makan kerbau putih, belalang yang besar dan burung yang kecil (toldik)
·         Merga Tarigan pantang makan burung bero.
·         Merga Sembiring pantang makan daging anjing.
·         Marga Sinulingga pantang makan daun "dengdeng"(sejenis daun yang bisa diulam).
·         Marga Purba pantang membunuh ular. Marga Sukatendel pantang makan daging kerbau putih.

Salam : Kesain Rumah Derpih
Apabila seseorang memasuki hutan belantara yang dipercaya keramat, pantang sekali menyebut nama harimau, gajah atau berbicara kasar, niscaya akan datang akibat yang kurang baik mis: sesat dijalan, akan datang hujan lebat.
·         Pada waktu menabur benih (bibit) di ladang terlupakan menabur sepanjang manusia(kira-kira 1,5 meter) dapat berakibat pemilik ladang atau kaum keluarganya mendapat bahaya sakit ataupun bisa meninggal.
·         Tidak baik jika sedang nambun(menumpahkan padi yang telah di ayan), berbunyi burung elang di udara ataupun terdengar suara derik-derik padi, sebab menurut kepercayaan bahwa yang memiliki ladang akan sakit.
·         Pantang jika dalam upacara "erpangir kulau" "perumah begu jinunjung" (upacara bercakap-cakap dengan begu jinunjung dengan perantaraan guru), terdengar lolongan anjing, kucing berkelahi, debu hitam yang disebabkan asap dapur (tempara) dan jatuh di atas pangkuan guru pada saat guru membacakan tabas(mantera) untuk memanggil begu itu.
·         Pantang jika mengusahakan tanah mati (tanah yang tak dialiri air).
·         Pantang untuk menginjak, melangkahi ataupun menduduki batu penghulu balang.
·         Pantang jika sedang menanam pisang, bayangan batang pisang itu mengenai yang menanamnya.
·         Jatuh ditepian yang berkeramat, kepala terletak sebelah hilir adalah pantang.
·         Pantang, perempuan yang sedang hamil ataupun baru melahirkan, menghadiri upacara pemakaman orang yang mati bersalin.
·         Pantang jika pada waktu mulai mengusahakan ladang ada perkakas ladang yang rusak.
·         Pantang mengembangkan tikar terbalik, karena tikar orang mati (tempat mayat) dikembangkan terbalik dan juga meletakkkan pakaian yang tempatnya dikaki arah kepala.
·         Sewaktu menabur padi pantang memakan makan-makanan, karena waktu menjaga burung, padi itu mungkin dibinasakan oleh tikus, babi hutan.
·         Ketika memotong padi pantang bernyanyi-nyanyi dan bersiul-siul.
·         Pantang sekali jika kedapatan ular didalam rumah.
·         Melihat serta mencela tanduk rumah yang sedang dipasang adalah pantang.
·         Didalam perkawinan, pantang jika kaki pengantin tersandung sewaktu berjalan dari tempatnya biasa menuju ke tempat yang ditentukan, ataupun kepalanya terantuk.
·         Sehari sesudah pesta perkawinan, pengantin pantang menyeberang sungai dan 4 hari lamanya pantang meninggalkan tempat tidur.
·         Pantang mengerjakan sesuatu pekerjaan dalam keadaan terbelengkalai.
·         Ada peribahasa orang Batak Karo yang berbunyi : "mandi pagi-pagi beruntung, mandi tengah hari rugi, mandi sore pulang modal". Oleh karena itu pantang juga mandi di siang hari.
·         Ketika senja, pantang anak-anak yang belum berkikir dan perempuan yang sedang hamil berjalan-jalan dipekarangan rumah untuk menerima cahaya senja hari.
·         Pantang menunjuk benang raja ( benteha ) degan jari telunjuk.
·         Pantang menggendong tempat enau dengan bahu kiri dan juga mengatakan "bawa banyak ikan" kepada orang yang akan mengail.
·         Pantang jika mulai bertenun ternyata benangnya putus.
·         Jika tangan basah kena ludah pantang menumbuk tepung untuk membuat cimpa.
·         Sedang berkikir pantang untuk menangkap tangan tukang kikir dan anak yang belum berkikir pantang berjalan-jalan waktu hujan yang ada sinar mataharinya.
·         Tengah menanak nasi pantang bernyanyi atau menanggalkan tudung kepala.
·         Sewaktu makan, pantang kalau tangkai sendok yang dibuat dari bambu (nasi ukat) menunjuk seseorang, mengenai orang dengan tangkai itu, ataupun lampu mati atau sendok itu dibawa diatas makanan orang lain yang bakal memakannya.
·         Pantang mengambil barang-barang orang yang menderita kebakaran rumah.
·         Pantang meminta obat kepada guru pada saat guru itu sedang memegang cangkul, parang atau api karena obatnya menjadi tidak mujarab.
·         Pantang mempergunakan bibit padi yang dibawa ketika ada orang meninggal.
·         Mengambil barang-barang yang diletakkkan ditata kuburan seperti bendera, kayu, piring, cerek, tempat bunga, gelas, dipan.
·         Pantang pada waktu malam hari memotong kuku atau rambut ataupun mendengar anjing melolong.
·         Pantang menyapu sebelum orang selesai makan dan pantang juga meninggalkan teman yang belum selesai makan.
·         Merga Ginting pantang makan kerbau putih, belalang yang besar dan burung yang kecil (toldik)
·         Merga Tarigan pantang makan burung bero.
·         Merga Sembiring pantang makan daging anjing.
·         Marga Sinulingga pantang makan daun "dengdeng"(sejenis daun yang bisa diulam).
·         Marga Purba pantang membunuh ular. Marga Sukatendel pantang makan daging kerbau putih.